CAKRA³.COM, PANDEGLANG – Bakal calon bupati Pandeglang jalur perseorangan Uday Suhada, 49 tahun menyatakan miris dengan kondisi tanah kelahirannya Pandeglang, Banten yang kian hari ‘seperti tak terurus’. “Saya ingin menyadarkan masyarakat Pandeglang yang sudah jenuh 20 tahunan kondisinya tetap terpuruk; jalan hancur, fasilitas kesehatan jauh bahkan jika warga sakit ditandu mencapai puskesmas karena sulitnya akses jalan “kata Uday kepada CAKRA3 Selasa, 10 September 2024.
Uday dikenal sebagai aktivis anti korupsi di Banten. Dia disokong masyarakat untuk maju jalur independen. Dengan modal dukungan berdasarkan hasil verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pandeglang, Uday berpasangan dengan Pujiyanto mengumpulkan sebanyak 119.153 Kartu Tanda Penduduk (KTP) dukungan yang tersebar di 33 kecamatan di Pandeglang. Angka itu melampaui batas minimal syarat dukungan sebanyak 74.710 KTP dukungan di 18 kecamatan.
Menghadapi 3 kandidat bacalon lain yakni; pasangan Raden Dewi Setiani-Iing Andri Supriadi, yang diusung Koalisi Pandeglang Maju, gabungan partai politik terdiri Partai Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKS, PKB, PSI dan Garuda.
Adalagi kandidat dari koalisi partai Golkar, PDIP, PPP dan sejumlah partai non parlemen, bacalon Fitron Nur Ikhsan-Diana Jayabaya. Diana merupakan anak kedua Bupati Lebak 2 periode (2003-2013) Mulyadi Jayabaya dan adik Bupati Lebak (2018-2023) Iti Oktavia Jayabaya. Dan satu kandidat independen Aap Aptadi – Ratu Anita Sangadiah.
Menghadapi 3 bacalon bupati-wakil bupati lain, Uday menyampaikan 3 poin kepada masyarakat sebagai jalan kesadaran bagi mereka untuk memilih atau tidak memilih dia dan Pujiyanto dalam pertarungan pemilihan kepala daerah yang pemungutan suara akan berlangsung serentak se-Indonesia pada 27 November 2024 mendatang.
Baca Juga : Pemilih di Pilkada Kabupaten Tangerang 2024 Didominasi Generasi Milineal dan Gen Z
“Saya menggugah hati masyarakat, betapa bahayanya politik uang. Pertaruhannya adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) lima tahun ke depan,” kata Uday.
Sebab kata Uday adalah ketika si A terima suap paling besar Rp 100 ribu toh tidak akan membuat rakyat kaya. Sebaliknya, tak terima 100 ribu itu pun tidak akan lebih miskin dari kondisi saat ini.
Bahkan ketika pameo di masyarakat jika tak kasih uang tidak akan dipilih sampai ke telinga Uday, dia merasa prihatin dan ingin mengubah stigma buruk itu dengan penyadaran masyarakat menggunakan hak politik jujur adil.
“Ucapan warga seperti ini yang saya dengar saat saya kunjungan ke banyak kampung temui warga. ‘Nu penting mah aya nu dibagikeun ka pemilih, dina wancina Pak. Nu mere duit, eta nu dicoblos kukami. Mun teu diawur, ulah loba berharap meunang suara didieu mah’ begitu ucapan mereka yang saya dengar,” kata Uday saat ia mengunjungi banyak kampung.
Kalimat berbahasa Sunda itu jika diartikan adalah, yang penting ada sesuatu yang bisa dibagikan kepada kami (-para pemilih) pada saat pemungutan suara, Pak. Siapa yang memberi uang, itulah yang kami pilih. Jika Anda tidak memberi (-uang), jangan berharap mendapat suara di sini.
Baca Juga : Pilkada DKI, Bang Doel Ajak Relawan Kerja Militan
“Jujur, saya merasa prihatin dengan pragmatisme itu. Meskipun saya yakin mereka juga tahu apa hukumnya di mata Tuhan maupun di depan hukum negara bagi pemberi dan penerima,” kata Uday.
Maka dengan latar belakang sikap pemilih yang apatis itu, Uday dan Pujiyanto melakukan pendekatan dari hati ke hati. Ada 3 poin yang disampaikan Uday-Pujiyanto untuk menyadarkan pemilih.
1. Poin pertama, “Saya dan Pujiyanto diusung oleh rakyat, menggunakan perahu rakyat. Maka pertanggungjawaban saya hanya kepada dua pihak, yakni kepada rakyat dan kepada Allah SWT,” ujar Uday.
2. Jika warga Pandeglang merasa sudah cukup dengan keadaan saat ini (-infrastruktur jalan selama puluhan tahun amburadul, pelayanan kesehatan masih buruk, ekonomi masyarakat desa terpuruk, korupsi dan pungli merajalela), maka jangan pilih Uday Suhada dan Pujiyanto. Pilih saja calon yang lain.
3. Adapun poin ketiga, “saya sampaikan jika suara Anda terbeli dengan nilai Rp.100.000, misalnya, maka yuk kita hitung, dibagi selama 5 tahun, maka harganya hanya 50 rupiah per hari. Betapa murahnya harga diri Anda sebagai pemilih,” kata Uday.
CIPTA